Senin, 21 Februari 2011

PENDIDIKAN ISLAM DAN TREN MASA DEPAN

PENDIDIKAN ISLAM DAN TREN MASA DEPAN
Abad XXI, sering muncul sebagai decade yang penuh dengan ramalan atau prediksi. Disamping obyek-obyek lain yang lebih kecil, ‘abad ke 21” muncul sebagai obyek ramalan paling popular. Berbagai ramalan muncul mulai dari ramalan yang paling sederhana dan berbasis metologi sampai pada ramalan yang paling ilmiah. Peramala yang berkiprahpun bervariasi, mulai dari para dukun dan peramal dalam artian tradisional sampai para skolar dan ilmuwan. Pada sisi ilmiahnya, kecenderungan ini bahkan sudah mulai melahirkan satu genre pengetahuan yang baru dikenal sebagai ilmu masa depa (futurology)
Pengetahuan ini suddah pula mulai berkembang dengan semakin banyaknya tokoh yang mengasosiasikan dirinya dengan bidang ini, dengan semakin berkembangnya literatur di bidang ini, dan yang tidak kalh pentingnya, dengan berkembangnya audiens yang secara antusias mengikuti setiap perkembangan. Jika disederhanakan, kita bisas mengatakan bahwa futurology didasari oleh asumsi keterpadduan dan keberlanjutan realitas (integrity and continuity) dalam garis waktu. Asumsi ini secara natural menumbuhkan keyakinan bahwa masa depan dapat diprediksi, bahkan dipetakan.
“Peta” Masa Depan
Dari sekian banyak ahli futurology Alvin Toffler, Jonh Naisbitt, dan Patricia Aburdene termasuk futurology papan atas dan jelas merupakan yang paling terkenal di Indonesia. Ketika masih tahun 1970, Toffler mempublikasikan sebuah buku berjudul Future Shok (New York; Random House, 1970) yang kemudian terbukti menjadi bestseller untuk beberapa waktu. Buku ini tidak saja bercerita tentang kejutan-kejutan masa depan, tetapi penerbitannya sendiri merupakan kejutan bagi banyak pembacanya. Artinyaa bahwa pada saat itu masih banyak orang yang tidak membayangkan bahwa masa depan membawa sedemikian banyak perubahan yang bakal mengejutkan.
Pada intinya Toffler mengidentifikasi tiga fase (wave, gelombang) perkembangan peradaban manusia. Pertama fase pertanian. Pad afase ini sentral kehidupan manusia pada pertanian. Dalam peradaban berbasis pertanian, keberhasilan dan kekuasaan secara dekat berkaitan dengan pertanian dan tanah, sehingga yang menjadi penguasa pada fase ini dan yang paling berpengaruh adalah tuan tanah. Kedua, fase industry. Pada fase perkembangan ini industry menjadi poros dan sumber pengaruh dan kekuasaan, sehingga dominasi atas kehidupan berpihak pada penguasa industry yang biasanya terdiri atas para konglomerat dan pemilik modal. Ketiga, fase informasi. Dalam fase ketiga ini informasi menjadi primadona serta penentu sukses dan pengaruh. Kekuasaan tidak lagi ditentukan oleh kekayaan materi seperti pada fase sebelumnya. Rumus sederhana yang berlaku adalah : “siapa yang menguasai informasi (lengkap dengan seala perangkatnya) ialah yang menguasai hidup”. Memiliki tanah yang luas dan modal yang besar bergeser relevansinya oleh penguasaan informasi.
Pada decade 1980-an Jonh Naisbitt mempublikasikan sebuah buku berjudul Megatrend : Ten New Directions Transforming Our Lives (New York: Wamer Books, 1982), dimana ia merumuskan sepuluh kecenderungan peralihan yang secara mendasar mengubah wajah kehidupan manusia modern. Dalam asumsi dasarnya Toffler jelas seiring dengan Naisbitt, meskipun yang disebut terakhir mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan yang lebih spesifik.
Kesepuluh kecdenderungan itua adalah: Pertama, peralihan masyarakat industry menuju masyarakat informasi. Kedua, peralihan dari teknologi yang dipaksakan menuju teknologi tinggi. Ketiga, peralihan dari ekonomi bangsa menuju ekonomi global. Keempat, peralihan dari orientasi jangka pendek menuju orientasi jangka panjang. Kelima, peralihan dari prinsip sentralisasi menuju desentralisasi. Keenam, peralihan dari prinsip pertolongan terlembaga menuju kemandirian. Ketujuh, peralihan dari demokrasi perwakilan menuju demokrasi partisipatif. Kedelapan, peralihan dari organisasi sistem khirarkhi menuju sistem jaringan. Kesembilan, peralihan dari pertumbuhan utara menuju pertumbuhan selatan. Kesepuluh, peralihan dari berfikir hitam putih menuju pilihan jamak.
Kemudian, pada tahun 1990, Jonh Nqaisbitt bersama Patricia Aburdene menerbitkan buku berjudul Megatrends 2000 (London: Sigwik, 1990) dengan focus bahasan yang sama dengan buku sebelumnya. Hanya saja yang dikemukakan disini adalah sepuluh kecenderungan besar yang akan mewarnai dunia pada tahun 1990-an dan abad ke-21.
Kesepuluh kecenderungan ini adalah: Pertama, leddakan ekonami global dan globalisasi ekonomi. Kedua, kebangkitan kembali seni budaya. Ketiga, muncuknya ekonomi pasar bebas sosialis. Keempat, berkembangnya gaya hidup global dan nasionalisme kulturral. Kelima, swastanisasi negaar-negara sejahtera. Keenam, bangkitnya wilayah pasifik. Ketujuh, bangkitnya kepemimpinan wanita. Kedelapan kejayaan era biologi. Kesembilan, kebangkitan kembali agama, dan Kesepuluh, berjayanya individual.
Selanjutnya pada tahun 1996, Jonh Naisbitt mempublikasikan pula buku berjudul Megatrends Asia: Eight Megatrends that are Reshaping Our World (New York: Simon & Schuster, 1996), dimana ia mengidentifikasi delapan kecenderungan utama yang seddang berlangsung dikawasan Asia dadn berpengaruh besar pada perkembangan dunia kini dan masa depan.
Kedelapan kecenderungan itu adalah : Pertama, peralihan dari Negara bangsa menuju system jaringan. Kedua, peralihan dari tradisi-tradisi menuju pilihan-pilihan. Ketiga, peralihan dari orientasi ekspor menuju orientasi konsumen. Keempat, peralihan dari kontrol pemerintahan menuju kendali pasar. Kelima, peralihan dari pertanian menuju kota super. Keenam, peralihan dari padat karya menuju teknologi tinggi. Ketujuh, peralihan dari dominasi pria menuju kebangkitan wanita. Kedelapan, peralihan dari barat menuju timur.
Terakhir, pada tahun 2005, Patricia Aburdene telah mempublikasikan buku berjudul megatrends 2010 (New York: Arrangement with Hampton Roads Puslishing Company, Inc. 2005), ia mengidentifikasi tujuh kecenderungan utama dunia kini dan dimasa depan yang penuh dengan fakta, angka dan contoh nyata yang menggambarkan perubahan besar. Buku ini menurutnya selangkah lebih maju, karena berhasil menggambarkan dimensi ddalam diri perubahan.
Ketujuh megatrends 2010 itu adalah: Pertama, peralihan kekuatan spiritualitas dari pribadi sampai organisasi. Kedua, peralihan menuju munculnya fajar baru conscious capitalism. Ketiga,peralihan menuju memimpin dari tengah. Keempat, peeralihan menuju spiritualisme dalam bisnis. Kelima, peralihan menuju konsumen berdasrkan tata nilai. Keenam peralihan menuju gelombang solusi conscious. Ketujuh, peralihan menuju ledakan investasi yang memiliki tanggung jawab social. Ketujuh megatrends itu disimpulkan oleh Patricia Aburdene sebagai “Transformasi Spiritual dari Kapitalisme”.
Yang menarik, bahwa hamper seluruh prediksi futuristic yang dikemukakan para pakar tersebut, sampai pada tingkat tertentu telah menjadi kenyataan. Sebagian mungkin belum, namum indikasi kearah itu sudah mulai terlihat. Sehingga, karena trend tersebut telah menjadi realitas dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka, selain trend tersebut dapat digunakan sebagai acuan analisis dalam desain pendidikan di Negara berkembang seperti Indonesia, di pihak lain, trend tersebut penting diapresiasi, karena desain pendidikan ke depan harus mempertimbangkan pula trend yanag sedang terjadi, meskipun kesemuanya harus dilihat sebagai hepotesis dengan kemungkinan pembuktian yang relatif tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar